PENGALOKASIAN BIAYA BERSAMA PADA PRODUK UTAMA DAN PRODUK SAMPINGAN PADA PABRIK GULA GEMPOLKREP MOJOKERTO
Novi Rusdiana
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Surabaya
ABSTRACT
A company can sometimes produce more than one kind of product. The product is called joint products. Products together can result in major products and by-products which arise as a result of joint product production process. Therefore, in the production process of products with cost-sharing would be required to be allocated to each product. This is done to determine the production cost and inventory value of each product. It is also necessary to conduct the assessment and recording of by-product.Purpose of this research is to figure out how to allocate joint costs to each product as well as to determine the accounting treatment byproducts in Gempolkrep Sugar Factory. Kind research used is descriptive quantitative. The results of these studies is the market price method in allocating joint costs in the main product of sugar and molasses is considered more realistic than the other three methods. Appropriate accounting treatment for the pulp and sugarcane which are sold to outside parties is net revenue recognition method. While the exact method used for pulp itself is the replacement cost.
Keywords: Joint Cost Allocation, Main Product, By-Product
ABSTRAK
Suatu perusahaan terkadang bisa menghasilkan lebih
dari satu macam produk. Produk yang dihasilkan dinamakan produk bersama. Produk
bersama bisa menghasilkan produk utama
dan produk sampingan yang timbul akibat dari proses produksi produk bersama.
Oleh karena itu dalam proses produksi produk bersama akan diperlukan biaya
bersama yang harus dialokasikan ke masing-masing produk. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui biaya produksi dan nilai persediaan masing-masing produk.
Selain itu juga perlu untuk melakukan penilaian dan pencatatan terhadap produk
sampingan yang dihasilkan.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui cara
mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing produk serta untuk mengetahui
perlakuan akuntasi produk sampingan pada Pabrik Gula Gempolkrep. Jenis
penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian
tersebut adalah metode harga pasar dalam mengalokasikan biaya bersama pada
produk utama gula dan tetes dinilai lebih realistis dari pada ketiga metode
yang lainnya. Perlakuan akuntansi yang tepat untuk ampas dan blotong yang
dijual kepada pihak luar adalah metode pengakuan pendapatan bersih. Sedangkan
metode yang tepat untuk ampas yang digunakan sendiri adalah biaya pengganti.
Kata Kunci :
Alokasi Biaya Bersama, Produk Utama, Produk Sampingan
Sebagian perusahaan manufaktur,
proses produksi akan menghasilkan beberapa produk yang berbeda. Manajemen tidak
mempunyai pilihan kecuali memproduksi secara simultan. Meskipun perusahaan
membuat produk dalam proporsi atau jumlah yang berbeda, perusahaan tidak dapat
memproduksi satu produk tanpa memproduksi yang lainnya.
Suatu proses produksi bisa
menghasilkan beberapa produk yang berbeda yang berasal dari input yang sama.
Berbagai jenis produk yang dihasilkan baru terpisah satu sama lain setelah
melewati titik tertentu dalam proses produksi. Titik inilah yang disebut titik
(split-off) atau pemisahan.
Jika lebih dari satu
produk yang dihasilkan dari satu proses produksi, produk tersebut disebut
produk bersama (joint product) atau
produk sampingan (by-product)
tergantung pada nilai jualnya. Perusahaan gabah misalnya, mengolah bahan baku
berupa gabah dan menghasilkan lebih dari satu macam produk berupa beras, menir,
katul dan dedak. Beras dan dedak merupakan produk utama sedangkan menir dan
katul merupakan produk sampingan karena nilainya lebih kecil dari pada produk utama.
Istilah produk
sampingan biasanya
digunakan untuk menunjukkan produk yang mempunyai nilai total relatif kecil yang diproduksi
secara simultan bersama dengan produk bernilai lebih besar. Produk yang
mempunyai nilai lebih besar disebut dengan produk utama (main product) yang biasanya diproduksi dalam jumlah lebih besar
daripada produk sampingan. Walaupun beberapa produk sampingan pada hakikatnya
tidak material, penilaian dan pencatatan perlu dilakukan terhadap produk
sampingan.
Banyak perusahaan yang dihadapkan
pada masalah pembebanan biaya ke produk bersama. Pembebanan biaya ke berbagai
produk ini diperlukan untuk perhitungan biaya persediaan, penentuan laba dan
pelaporan keuangan. Perhitungan biaya produk bersama juga memberikan informasi
biaya langsung yang berarti bagi manajemen. Informasi ini dapat berguna dalam
merencanakan laba dan mengevaluasi kinerja.
Produk bersama sukar ditentukan
nilainya karena biaya produk bersama yang sebenarnya merupakan biaya yang utuh
atau tidak dapat dibagi. Oleh sebab itu, metode alokasi biaya yang digunakan
untuk menghitung biaya per unit produk jauh dari kesempurnaan bahkan cenderung
arbitrari.
Pabrik Gula Gempolkrep adalah salah satu
perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang produksi gula. Produk yang
dihasilkan berupa gula dan tetes sebagai
produk utama, sedangkan ampas dan blotong sebagai produk sampingan. Ampas sebagian dijual
kepada pihak luar dan sebagian lagi digunakan sendiri oleh perusahaan sebagai
bahan bakar ketel untuk menghasilkan uap, sedangkan blotong diproses kembali
menjadi pupuk kompos yang kemudian dapat dijual kepada pihak luar. Oleh karena
itu diperlukan alokasi biaya bersama ke masing-masing produk serta perlakuan
akuntansi terhadap
produk sampingan untuk mengetahui biaya produksi masing-masing produk dan
menentukan persediaan serta laba tiap produk. Masalah inilah yang seringkali
timbul pada perusahaan yang memproduksi secara bersama produk utama dan produk
sampingan. Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana cara mengalokasikan biaya
bersama kepada masing-masing produk utama, serta bagaimana perlakuan akuntansi produk sampingan pada Pabrik
Gula Gempolkrep yang dijual kepada pihak luar maupun yang digunakan
sendiri oleh perusahaan.Tujuan
penelitian
ini adalah untuk mengetahui
cara mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing produk utama dan untuk Mengetahui perlakuan
akuntansi
produk sampingan Pabrik Gula Gempolkrep yang dijual
kepada pihak luar maupun yang digunakan sendiri oleh perusahaan.
Proses Produksi Bersama
Dalam proses produksi suatu
perusahaan terkadang akan menghasilkan beberapa jenis produk. Input yang
terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik diproses secara
simultan menjadi beberapa output. Maka proses produksi semacam ini disebut
proses produksi bersama (joint production
process). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ikatan Akuntan Indonesia
(2009:14.3), “Suatu proses produksi mungkin menghasilkan lebih dari satu jenis
produk secara simultan. Hal tersebut terjadi, misalnya, ketika dihasilkan
produk bersama atau bila terdapat produk
utama dan produk sampingan”.
Pada perusahaan manufaktur suatu
biaya bersama akan dimulai dari suatu bahan baku yang sama sampai dengan
dicapainya suatu titik tertentu dalam proses produksi, dimana titik ini
berfungsi untuk mengidentifikasi dan memisahkan tiap-tiap produk. Menurut Horngren,dkk
(2009:599), “The split off point is the
juncture in a joint production process when two or more products become
separately identifiable”. Titik ini mungkin tidak sama untuk keseluruhan
produk. Setelah titik pisah bisa diidentifikasi, biaya produksi lebih mudah
ditelusuri karena berbagai produk terpisah satu sama lain.
Produk Bersama
Definisi produk bersama menurut Abdul Halim (2007: 232) adalah
“Produk bersama (joint products) yaitu beberapa produk
yang dihasilkan dari suatu rangkaian atau seri proses produksi secara serempak
dengan menggunakan bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik yang sama, yang
tidak dapat dilacak atau dibedakan atau dipisahkan pada setiap produk dan
mempunyai nilai jual atau kuantitas produk relatif sama”.
Definisi produk bersama menurut Bustami,
dkk (2006: 175), “Produk bersama (joint
products) adalah beberapa produk yang dihasilkan dalam suatu rangkaian atau
seri produk secara bersama atau serempak dengan menggunakan bahan, tenaga kerja
dan biaya overhead secara bersama”.
Produk Sampingan
Definisi
produk sampingan menurut Halim (2007:254),
“produk sampingan merupakan produk yang dihasilkan dalam proses joint production namun produk tersebut
relatif harganya / nilainya / kuantitasnya lebih rendah dibanding yang lain”.
Menurut Carter (2009:269), produk sampingan
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok menurut kondisi dapat
dipasarkannya produk tersebut pada titik pisah batas yaitu produk sampingan yang
dijual dalam bentuk asal tanpa diproses lebih lanjut dan produk sampingan yang
membutuhkan proses lebih lanjut agar produk
tersebut dapat
dijual.
Biaya Bersama
Jika suatu
perusahaan terdapat proses produksi bersama, biaya bersama (joint cost) akan timbul untuk berbagai jenis produk yang dihasilkan. Hal
ini sesuai dengan pernyataan dari Mulyadi (2009:334),“ Biaya produk bersama (joint product cost) adalah biaya yang
dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai
macam produk dapat dipisahkan identitasnya”. Biaya bersama yang terdiri dari
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik terjadi sejak
input dimasukkan kedalam proses produksi sampai titik pemisahan.
Karakteristik utama biaya bersama
adalah biaya beberapa produk yang berbeda dikeluarkan dalam jumlah bulat dan
utuh (invisible sum) untuk produk
tersebut bukan dalam jumlah biaya tersendiri masing-masing produk. Setiap
bagian biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead produk tidak dapat
dipisahkan dari setiap produk lainnya. Jika dibuat secara simultan, produk utama dan produk sampingan
tidak memiliki biaya yang dapat ditelusuri, yaitu biaya individu. Oleh karena
itu, pengalokasian biaya produksi bersama ke produk adalah perlu.
Menurut
Bustami,dkk (2006:178), alasan mengalokasikan biaya bersama terhadap produk
bersama adalah untuk menghitung harga pokok dan menentukan nilai persediaan
untuk tujuan pelaporan keuangan internal, menilai persediaan untuk tujuan
asuransi, menentukan nilai persediaan jika terjadi kerusakan terhadap nilai
barang yang rusak, biaya bahan yang hancur, menentukan biaya departemen atau
divisi untuk tujuan pengukuran kinerja aksekutif. Selain beberapa alasan
tersebut di atas alokasi biaya bertujuan untuk mengetahui berapa besar
kontribusi masing-masing produk
bersama terhadap total pendapatan perusahaan, mengetahui apakah seluruh biaya
produksi yang dibebankan kepada masing-masing produk bersama sudah dihitung
dengan seteliti mungkin.
Total
biaya produksi untuk semua jenis produk tersebut mencakup biaya bersama
ditambah dengan biaya tambahan untuk setiap produk. Biaya-biaya tambahan ini
muncul setelah titik pisah dan dapat diidentifikasikan secara langsung dengan
masing-masing produk sehingga tidak perlu dialokasikan lagi. Biaya tambahan ini
disebut additional processing cost. Menurut
Blocher,dkk (2007:695),”… Biaya tambahan yang terjadi setelah titik pisah yang
dapat diidentifikasi secara langsung ke produk-produk individu disebut dengan
biaya pemrosesan tambahan (additional
processing cost)”. Dengan demikian, biaya setiap produk bersama adalah
alokasi bersama ditambah biaya produksi yang dapat dipisahkan dan diperlukan
untuk menjadikannya dalam kondisi siap dijual.
Ikatan
Akuntan Indonesia (2009:14.3) menyatakan bahwa,”… Sebagaian besar produk
sampingan, pada hakekatnya tidak material. Kalau kasusnya demikian, nilai
produk utama tidak berbeda secara material dari biayanya”.
Akuntansi Produk Utama dari Produk
Bersama
Menurut
Supriono (1999:267), dalam proses pengolahan produk bersama dapat menghasilkan
produk utama dan produk sampingan. Masalah akuntansi produk utama adalah
bagaimana mengalokasikan biaya bersama produk utama kepada setiap macam produk
utama yang dapat dipakai meliputi metode harga pasar, metode biaya rata-rata
per unit, metode rata-rata tertimbang dan metode satuan kuantitas.
Metode Harga Pasar
Menurut
bustian,dkk (2006:178) , metode
ini adalah metode yang sering digunakan
karena mudah digunakan dan netral yaitu tidak mempengaruhi profitabilitas
relatif produk bersama. Dasar pemikiran metode ini adalah bahwa harga jual
suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah
produk tersebut. Maka cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah
berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk yang dihasilkan.
Metode ini dibagi menjadi dua yaitu yang pertama
produk bersama
dapat dijual pada titik pisah, apabila
produk yang dihasilkan tidak memerlukan proses produksi lebih lanjut maka
produk dapat dijual pada titik pisah tersebut. Metode ini didasarkan pada nilai pasar
tertimbang yaitu menggunakan nilai pasar atau nilai jual total dari
masing-masing produk. Harga jual produk pada metode ini adalah nilai jual atau
nilai pasar untuk produk tersebut pada titik pisah. Kemudian
yang kedua Produk
bersama tidak dapat dijual pada titik pisah, apabila produk yang dihasilkan
tidak dapat dijual pada titik pisah karena tidak memiliki nilai pasar, maka
diperlukan proses pengolahan lebih
lanjut. Dasar pengalokasian biaya bersama adalah nilai pasar hipotesis yaitu
total nilai pasar produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan biaya-biaya
pengolahan sejak saat terpisah sampai produk tersebut siap untuk dijual. Menurut Bustami,dkk
(2006: 181) rumus alokasi biaya bersama adalah jumlah nilai jual hipotesis
masing-masing produk setelah titik pisah dikali dengan biaya bersama dibagi nilai
jual hipotesis seluruh produk.
Metode Biaya Rata-Rata
Per Unit
1.
Menurut Carter
(2009: 279), metode
ini mendistribusikan total biaya bersama ke berbagai produk atas dasar biaya
rata-rata per unit. Angka ini diperoleh dengan membagi total biaya bersama
dengan jumlah unit yang diproduksi. Metode ini dapat diterapkan bila semua unit
yang diproduksi diukur dalam satuan unit yang sama dan tidak banyak berbeda.
Metode ini juga merupakan metode yang
paling mudah untuk dipakai mengalokasikan biaya bersama pada setiap produk
utama Merupakan
metode yang kasar karena tidak memperhitungkan faktor-faktor lainnya. Misalnya berat
produk, volume dan ukuran produk, mudah atau sulitnya diolah, lamanya waktu,
keahlian tenaga kerja, jumlah bahan yang dikonsumsi dan sebagainya.
Metode Rata-Rata Tertimbang
Menurut Carter (2009:280), faktor tertimbang atau bobot
sering diberikan kepada setiap unit berdasarkan ukuran besarnya unit, kesulitan
mengolah, waktu pembuatan, jumlah karyawan dan lain-lain. Setiap jenis barang
jadi dikalikan dengan bobot ke masing-masing unit produk.
Metode rata-rata tertimbang ini dapat membebankan
biaya bersama dengan relatif adil dan teliti apabila dalam memilih penimbang
benar-benar mencerminkan perbandingan biaya yang dinikmati oleh setiap macam
produk. Metode
ini sulit dipakai karena menentukan faktor penimbang yang adil dan teliti,
dimana kemungkinan dipertimbangkan berdasarkan kombinasi berbagai faktor yang
sulit diperhitungkan.
Metode Unit Kuantitatif
Menurut Carter (2009:281), metode ini berupaya untuk
mendistribusikan total biaya bersama
berdasarkan satuan ukur tertentu, seperti pon, gallon, ton, atau meter
persegi. Akan tetapi, jika masing-masing produk tidak dapat diukur dengan satuan
ukur dasar, maka unit bersama harus dikonversikan pada suatu angka pembagi yang
dapat dipakai untuk semua unit yang diproduksi.
Metode
unit kuantitatif ini hampir sama dengan metode biaya rata-rata per unit, hanya bedanya pada
metode unit kuantitatif produk bersama diukur dengan satuan pengukur kuantitas
yang sama oleh karena itu sifat-sifat dalam metode ini sama dengan metode biaya
per unit.
Metode untuk Menghitung Biaya Produk Sampingan
Menurut Carter (2009:270), metode untuk
menghitung
biaya produk sampingan ada empat metode yaitu metode pengakuan pendapatan kotor, metode pengakuan
pendapatan bersih, metode biaya pengganti, metode harga pasar (pembatalan
biaya).
Metode untuk
menghitung
biaya produk sampingan diatas dijabarkan sebagai berikut :
Metode Pengakuan Pendapatan Kotor
Menurut Bustami,dkk (2006:189) menyatakan bahwa metode ini
memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal ini
dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu
tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya dibebankan kepada produk
sampingan. Dalam metode ini penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam
laporan laba/rugi dapat dikategorika sebagai hasil penjualan produk sampingan
dicatat sebagai pendapatan lain-lain, hasil
penjualan produk sampingan dicatat sebagai hasil penjualan tambahan, hasil penjualan produk
sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan, hasil penjualan produk
sampingan akan mengurangi biaya produksi.
Metode Pengakuan Pendapatan Bersih
Menurut Bustami,dkk (2006:192) menyatakan bahwa dalam metode ini hasil penjualan produk sampingan
yang diperhitungkan adalah berdasarkan hasil penjualan atau pendapatan bersih
produk sampingan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa adanya kebutuhan untuk
membebankan biaya yang dapat ditelusuri ke produk sampingan. Disamping itu
metode ini memisahkan biaya yang terjadi setelah titik pisah di dalam memproses
maupun dalam memasarkan produk sampingan. Pada metode ini produk sampingan
memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama. Hasil penjualan
bersih produk sampingan dapat dihitung dengan cara mengurangi penjualan atau pendapatan produk
sampingan dengan biaya proses lanjutan dan biaya pemasaran dan administrasi
produk sampingan, sehingga diperoleh penjualan atau pendapatan bersih produk
sampingan.
Metode Biaya Pengganti
Menurut
Supriono (1999: 258), metode harga pokok pengganti dapat digunakan oleh
perusahaan yang menghasilkan produk sampingan dimana produk sampingan tersebut
tidak dijual tetapi digunakan sendiri didalam proses produksi. Dalam metode ini
persediaan bahan yang berupa produk sampingan didebit seharga harga pasar atau
harga pokok pengganti apabila produk tersebut dibeli dari luar atau dari pasar
dan harga pokok produk utama dikredit sebesar jumlah tersebut, apabila rekening
barang dalam proses produk utama diselenggarakan untuk setiap elemen biaya maka
perlu metode alokasi untuk setiap elemen biaya tersebut.
Sebenarnya
pada metode ini hasil penjualan produk sampingan mengurangi biaya produksi
produk utama. Oleh karena pada metode harga pokok produk sampingan tidak dijual
ke pasar tetapi dikonsumsi sendiri oleh
perusahaan. Maka dipakai harga pokok pengganti apabila dibeli dari pihak luar
atau dari pasar.
Metode Nilai Pasar
Menurut
Carter (2009:274),
metode
nilai pasar (market value method)
atau biaya disebut biaya reversal. Metode
ini mengurangi biaya pabrikasi produk utama, bukan sebesar hasil penjualan aktual yang diterima,
tetapi sebesar nilai estimasi produk sampingan pada saat dihasilkan. Estimasi
harus dibuat sebelum dipisah dari produk utama. Estimasi ini mencakup antara
lain estimasi laba kotor, estimasi biaya pemasaran dan administrasi, estimasi
biaya produksi setelah pemisahan. Penentuan nilai uangnya akan
tergantung pada stabilitas harga pasar, yaitu harga dan daya jual dari produk
sampingan.
METODE PENELITIAN
Jenis
penelitian deskriptif kuantitatif karena pada penelitian ini dijelaskan
bagaimana cara mengalokasikan biaya bersama pada masing-masing produk utama
serta perlakuan akuntansi produk sampingan. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data mengenai laporan keuangan yang
diperoleh pada bagian keuangan,data
biaya produksi dan alur proses produksi yang diperoleh dari bagian
instalasi dan struktur
organisasi yang diperoleh dari bagian umum.
HASIL PENELITIAN
Pabrik
Gula Gempolkrep merupakan suatu perusahaan yang memproduksi produk secara serentak menjadi beberapa macam output.
Proses produksi bersama
ini akan menghasilkan
produk utama berupa gula dan tetes
serta produk sampingan berupa ampas dan blotong. Penggolongan produk utama dan produk sampingan ini berdasarkan pada nilai jualnya yang
berbeda-beda. Gula dan tetes mempunyai nilai jual relatif lebih besar dari pada
ampas dan blotong sehingga gula dan tetes disebut produk utama, sedangkan ampas
dan blotong disebut produk sampingan.
Biaya bersama yang terjadi dalam proses produksi harus dialokasikan pada
masing-masing produk. Biaya bersama yang dialokasikan adalah biaya yang terjadi
sebelum titik pisah (split-off),
yaitu titik dimana produk dapat dipisah dan diidentifikasi. Pada Pabrik Gula
Gempolkrep terdapat tiga
titik pisah untuk memisahkan produk. Titik pisah yang pertama adalah pada
proses gilingan yaitu untuk memisahkan produk utama dan ampas. Titik pisah yang
ke dua adalah pada proses pemurnian yaitu untuk memisahkan produk utama dengan
blotong. Titik pisah yang ketiga adalah pada proses putaran yaitu untuk
memisahkan produk utama menjadi gula dan tetes.
Pabrik Gula Gempolkrep mengalokasikan biaya bersama ke produk utama yaitu
gula dan tetes atas dasar penggunaan metode harga pasar. Sedangkan produk
sampingan yang dihasilkan berupa ampas dan blotong jumlahnya relatif tidak
material sehingga Pabrik Gula Gempolkrep tidak mengalokasikan biaya bersama ke
produk sampingan. Hal ini sesuai dengan PSAK No. 14 paragraf 13 yang menyatakan
jika produk sampingan tidak material maka diperbolehkan untuk tidak
mengalokasikan biaya bersama ke produk sampingan yang dihasilkan. Produk
sampingan berupa ampas dan blotong yang
dijual kepada pihak luar dinilai dengan menggunakan metode pengakuan
pendapatan kotor, sedangkan ampas yang digunakan sendiri tidak ada penilaian.
Hasil penjualan ampas dan blotong akan dicatat pada laporan laba/rugi dalam pos
pendapatan lain-lain. Produk sampingan yang berupa blotong diproses lebih
lanjut untuk dijadikan pupuk kompos, Sedangkan biaya pemrosesan lebih lanjut
untuk blotong dicatat sebagai biaya produksi kompos pada komponen biaya
lain-lain. Hal ini tidak sesuai dengan PSAK No. 14 paragraf 13 bahwa biaya
produk sampingan akan dinilai berdasarkan nilai realisasi bersih. Berikut ini
data laporan laba/rugi Pabrik Gula Gempolkrep .
Tabel 1 Laporan Laba /
Rugi
Jumlah pendapatan usaha
|
193.663.156.186
|
HPP gula dan tetes
|
2.337.531.610
|
Jumlah by produk
bersama
|
119.185.166.872
|
Jumlah by titik pisah
produk
|
1.957.672.579
|
Jumlah biaya produksi
|
121.142.839.451
|
HPP.gula dan tetes
|
116.683.537.472
|
Biaya penjualan
|
2.284.683.057
|
Laba usaha
|
74.694.935.657
|
Pendapatan diluar usaha
|
3.758.327.634
|
Biaya lain-lain
|
2.503.135.558
|
Pendapatan diluar usaha
|
1.255.192.076
|
Laba bersih
|
75.950.127.733
|
Sumber :
data intern perusahaan
Dari laporan keuangan (laporan
laba / rugi) pada tabel di atas dapat diketahui bahwa biaya bersama yang timbul
akibat terjadinya proses produksi bersama sampai dengan biaya pemrosesan
lanjutan, dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2 Biaya
Bersama dan biaya lanjutan
Jumlah by produk bersama
|
118.316.538.163
|
Jumlah by titik pisah produk
|
1.957.672.579
|
Biaya bersama sampai dengan titik pisah serta
biaya pemrosesan lanjutan
|
120.274.210.742
|
Sumber : data intern perusahaan
Pada tabel diatas dapat dilihat
bahwa total biaya bersama yang diperlukan untuk memproduksi gula dan tetes adalah sebesar Rp. 118.316.538.163. biaya bersama ini bisa menghasilkan produk gula sebesar 247.200,46
kuintal dengan
harga jual per kuintal Rp 606.196,37 diperlukan biaya tambahan sebesar Rp 1.957.672.579, sedangkan
untuk tetes menghasilkan
produk sebesar 376.826,08
kuintal
dengan harga jual per kuintal
sebesar Rp 140.206,41 tanpa
diperlukan biaya tambahan.
PEMBAHASAN
Produk
bersama yaitu gula, tetes, ampas dan blotong timbul karena berbagai produk
tersebut berasal dari bahan yang sama, diolah dengan proses yang sama. Masalah
yang timbul dalam produk bersama adalah bagaimana mengalokasikan biaya bersama
kepada setiap produk utama yaitu gula dan tetes agar masing-masing mempunyai
nilai yang akurat. Sedangkan produk sampingan memiliki masalah bagaimana
perlakuan akuntansinya baik yang dijual
kepada pihak luar maupun yang digunakan sendiri dalam proses produksi Pabrik
Gula Gempolkrep.
Pabrik Gula
Gempolkrep mengalokasikan biaya bersama ke produk utama yaitu gula dan tetes
atas dasar penggunaan metode harga pasar hipotesis. Penggunaan metode ini
dinilai lebih realistis dan cukup akurat dalam pengalokasian biaya produk
bersama.
Dari
perhitungan penggunaan metode harga pasar diperoleh persentase pengalokasian
biaya bersama ke produk utama yaitu gula sebesar 72,44% dan tetes sebesar
27,56%. Jumlah biaya bersama yang masuk dalam proses produksi sebesar Rp
118.316.538.163 yang dialokasikan ke
produk gula sebesar Rp 85.708.869.308,93 dan tetes sebesar Rp
32.607.668.854,07.
Penggunaan
metode harga pasar hipotesis pada masing-masing produk utama sudah sesuai
dengan teori dan prinsip akuntansi yang berlaku. Hal ini dikarenakan produk
utama yang dihasilkan tidak dapat dijual pada titik pisah karena tidak memiliki
nilai pasar, maka diperlukan proses pengolahan lebih lanjut. Lagi pula,
penjualan produk utama dilakukan dengan cara lelang kepada para broker gula.
Sehingga penggunaan metode ini lebih mudah dan netral dengan dasar pemikiran
bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam mengolah produk tersebut.
Sedangkan
produk sampingan yang dihasilkan berupa ampas dan blotong. Ampas sebagian dapat
dijual kepada pihak luar dan sebagian digunakan sendiri oleh perusahaan untuk
bahan bakar ketel penghasil uap. Produk sampingan jumlahnya relatif tidak
material sehingga Pabrik Gula Gempolkrep tidak mengalokasikan biaya bersama ke
produk sampingan. Hal ini sesuai dengan PSAK No. 14 paragraf 13 yang menyatakan
jika produk sampingan tidak material maka diperbolehkan untuk tidak
mengalokasikan biaya bersama ke produk sampingan yang dihasilkan. Produk
sampingan berupa ampas dan blotong yang
dijual kepada pihak luar dinilai dengan menggunakan metode pengakuan
pendapatan kotor, sedangkan ampas yang digunakan sendiri tidak ada penilaian.
Hasil penjualan ampas dan blotong akan dicatat pada laporan laba/rugi dalam pos
pendapatan lain-lain. Produk sampingan yang berupa blotong diproses lebih
lanjut untuk dijadikan pupuk kompos, Sedangkan biaya pemrosesan lebih lanjut
untuk blotong dicatat sebagai biaya produksi kompos pada komponen biaya
lain-lain.
Produk
sampingan yang berupa ampas yang dijual kepada pihak luar sudah sesuai dengan
teoritis yaitu menggunakan metode pengakuan pendapatan kotor. Hal ini
dikarenakan ampas setelah terpisah dari produk utama tidak memerlukan proses
tambahan. Jadi perlakuan produk sampingan ampas berdasarkan penjualan kotor.
sedangkan produk sampingan berupa ampas yang digunakan sendiri oleh Pabrik Gula
Gempolkrep sebagai bahan bakar ketel dalam proses produksi belum diadakan
penilaian. Sesuai dengan keadaan perusahaan tersebut maka metode yang sesuai
adalah metode biaya pengganti. Pada metode ini biaya produksi produk utama akan
dikurangi nilai produk sampingan yang digunakan dalam proses produksi sebesar
harga atau biaya pengganti yang berlaku dipasar.
Dalam hal
ini jumlah harga pokok pengganti produk sampingan yang telah dipakai oleh
perusahaan dalam proses produksi adalah sebesar
7.450 Ku x Rp 7.750,00 = Rp
57.737.500. kemudian jumlah biaya
produksi pada laporan keuangan sebesar Rp 121.142.839.451 dikurangi dengan
harga pokok pengganti produk sampingan sebesar Rp 57.737.500. hal ini akan
menghasilkan biaya produksi yang
dialokasikan ke produk utama menjadi sebesar Rp 121.085.101.951. jadi
pada metode ini biaya produk sampingan akan mendapat alokasi dari biaya
bersama. Sedangkan produk sampingan berupa blotong diproses lebih lanjut
manjadi pupuk kompos yang kemudian dijual kepada pihak luar. Selama ini Pabrik
Gula Gempolkrep mengakui hasil penjualan pupuk kompos menggunakan metode
pengakuan pendapatan kotor dengan mencatat penjualan blotong sebagai pendapatan
diluar usaha dan biayanya dicatat dalam biaya produksi kompos pada komponen
biaya lain-lain. Metode ini tidak mengalokasikan biaya bersama ke produk
sampingan dan merupakan prosedur non biaya (non
cost procedure) dimana biaya persediaan akhir dari produk utama dinilai
berlebihan karena sebagian biaya tersebut merupakan biaya produk
sampingan. Penggunaan metode ini tidak
sesuai dengan yang disebutkan dalam PSAK No. 14 paragraf 13 bahwa biaya produk
sampingan akan dinilai berdasarkan nilai realisasi bersih. Metode yang sesuai
teori dan PSAK untuk produk sampingan yang menyerap biaya tambahan setelah
terpisah dengan produk utama adalah metode pengakuan pendapatan bersih yaitu
hasil penjualan produk sampingan yang diperhitungkan berdasarkan atas penjualan
bersih produk sampingan.
Dalam metode
pengakuan pendapatan bersih hasil penjualan produk sampingan akan dikurangi
biaya pemrosesan lanjutan pada blotong. Perhitungan hasil penjualan bersih
pupuk kompos yang dijual kepada pihak luar adalah Penjualan pupuk kompos
Rp2.296.679.874 dikurangi Biaya pemrosesan lanjutan Rp1.995.058.907 sama dengan
Penjualan bersih Rp301.620.967.
Dari
penilaian tersebut perlakuan akuntansi produk sampingan menunjukkan adanya
peningkatan laba bersih dari jumlah awalnya sebesar Rp 75.950.127.733. Sedangkan setelah dilakukan penilaian dan pencatatan
sesuai teori dan PSAK yang berlaku, laba bersih meningkat menjadi Rp 76.007.865.233. Hal ini dikarenakan adanya penggunaan metode biaya pengganti pada produk
sampingan yang digunakan sendiri dalam proses produksi. Penggunaan metode ini, biaya
produksi produk utama akan dikurangi nilai produk sampingan senilai Rp
57.737.500 sesuai dengan harga atau
biaya pengganti yang berlaku dipasar.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Cara mengalokasikan biaya
bersama kepada masing-masing
produk utama pada Pabrik Gula Gempolkrep yaitu gula dan
tetes menggunakan metode harga pasar. Sedangkan perlakuan akuntansi produk sampingan yaitu berupa
blotong dan ampas yang dijual kepada pihak luar dengan menggunakan metode
pengakuan pendapatan kotor. Penyajian dalam laporan keuangan produk sampingan
yang berupa blotong dan ampas dikategorikan sebagai hasil penjualan produk
sampingan yang dicatat sebagai pendapatan lain-lain / pendapatan diluar usaha.
Sedangkan produk sampingan yang berupa ampas yang digunakan sendiri dalam proses produksi sebagai bahan bakar
ketel belum diadakan penilaian.
Saran
Pengalokasian
biaya bersama ke produk utama yaitu gula dan tetes sebaikmya tetap menggunakan
metode harga pasar. Hal ini dikarenakan bahwa
harga jual suatu produk merupakan perwujudan dari biaya-biaya yang
dikeluarkan namun tetap memberikan penilaian yang wajar terhadap masing-masing
produk yang mempunyai nilai jual berbeda. Sedangkan untuk ampas yang digunakan sendiri dalam proses
produksi dilakukan penilaian yaitu dengan metode biaya pengganti. Pada metode
ini biaya produksi produk utama akan dikurangi nilai produk sampingan yang
digunakan dalam proses produksi sebesar Rp 57.737.500 sesuai dengan
biaya pengganti ampas yang berlaku dipasar. Sehingga ada kenaikkan laba
yang awalnya sebesar Rp 75.950.127.733 menjadi Rp 76.007.865.233. Sedangkan produk
sampingan yang berupa blotong, sebaiknya metode yang menguntungkan dipakai
adalah metode pengakuan pendapatan bersih. Hal ini disebabkan blotong setelah
titik pisah itu masih memerlukan proses lanjutan / biaya tambahan.
DAFTAR
RUJUKAN
Blocher, Ed, Kung Chen, and Tom Lin. 2007. Manajemen biaya:Dengan Tekanan Stratejik. Buku Dua. Terjemah. Jakarta: Salemba
Empat.
Bustami, Bastian,dkk. 2006. Akuntansi
Biaya:Teori dan Aplikasi. Jakarta: Graha Ilmu.
Carter, Williamk dan Milton F, Ursy. 2009. Akuntansi Biaya. Edisi Keempat Belas. Terjemahan. Jakarta: Salemba
Empat.
Halim, Abdul. 2007. Dasar-Dasar
Akuntansi Biaya. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE.
Hardiarta. 2006. Penerapan Pengalokasian
Biaya Bersama Untuk Produk Utama dan Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk
Sampingan pada PG Rejo Agung Baru Madiun. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: Unair.
Horngren, Charles T. 2009. Cost
Accounting:A Managerial Emphasis. Thirteenth Edition. New Jersey: Prentince
Hall.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Muhadi, Joko Siswanto.2002. Akuntansi
Biaya 2. Jakarta: Kanisius.
Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya.
Edisi Lima. Yogyakarta: UUP AMP YKPN.
Normal, I Nyoman. 2008.Akuntansi Produk
Sampingan dan Pengaruhnya Terhadap Penyusunan Laporan Laba/Rugi Perusahaan
Manufaktur (studi kasus pada perusahaan industri kramik). Jurnal Akuntansi, (Online), (http://jurnal.pdii.lip.go.id,
diakses tanggal 15 Maret 2011).
Romadhonisp. 2010. Analisis
Alokasi Biaya Bersama dalam Rangka Penentuan Laba pada PD. Krupuk Adi Makmur.
Jurnal Akuntansi, (Online), (http://romadhonisp.wordpress.com,
diakses tanggal 15 Maret 2011).
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian
Kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukowati, Enik. 2007. Dampak
Perlakuan Produk Sampingan Terhadap Perolehan Laba pada PT. PK Gemilang
Bojonegoro.
Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Unesa.
Supriyono, 1999. Akuntansi
Biaya:Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.
bisa minta softcopy skripsinya gak kak?? q lgi nyusun skripsi ni..btuh referensi..pliisss
BalasHapustidak membantu sama sekalai, seharusnya ada contoh soal beserta jawabannya ..... jadi bisa membantu mereka termasuk saya yg sedang mengerjakan soal tugas........................................................
BalasHapus