Selasa, 28 Agustus 2012

PENGALOKASIAN BIAYA BERSAMA PADA PRODUK UTAMA DAN PRODUK SAMPINGAN


PENGALOKASIAN BIAYA BERSAMA PADA PRODUK UTAMA DAN PRODUK SAMPINGAN PADA PABRIK GULA GEMPOLKREP MOJOKERTO

Novi Rusdiana
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya

ABSTRACT

A company can sometimes produce more than one kind of product. The product is called joint products. Products together can result in major products and by-products which arise as a result of joint product production process. Therefore, in the production process of products with cost-sharing would be required to be allocated to each product. This is done to determine the production cost and inventory value of each product. It is also necessary to conduct the assessment and recording of
by-product.Purpose of this research is to figure out how to allocate joint costs to each product as well as to determine the accounting treatment byproducts in Gempolkrep Sugar Factory. Kind research used is descriptive quantitative. The results of these studies is the market price method in allocating joint costs in the main product of sugar and molasses is considered more realistic than the other three methods. Appropriate accounting treatment for the pulp and sugarcane which are sold to outside parties is net revenue recognition method. While the exact method used for pulp itself is the replacement cost.

Keywords: Joint Cost Allocation,
Main Product, By-Product

ABSTRAK

Suatu perusahaan terkadang bisa menghasilkan lebih dari satu macam produk. Produk yang dihasilkan dinamakan produk bersama. Produk bersama bisa menghasilkan  produk utama dan produk sampingan yang timbul akibat dari proses produksi produk bersama. Oleh karena itu dalam proses produksi produk bersama akan diperlukan biaya bersama yang harus dialokasikan ke masing-masing produk. Hal ini dilakukan untuk mengetahui biaya produksi dan nilai persediaan masing-masing produk. Selain itu juga perlu untuk melakukan penilaian dan pencatatan terhadap produk sampingan yang dihasilkan.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui cara mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing produk serta untuk mengetahui perlakuan akuntasi produk sampingan pada Pabrik Gula Gempolkrep. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian tersebut adalah metode harga pasar dalam mengalokasikan biaya bersama pada produk utama gula dan tetes dinilai lebih realistis dari pada ketiga metode yang lainnya. Perlakuan akuntansi yang tepat untuk ampas dan blotong yang dijual kepada pihak luar adalah metode pengakuan pendapatan bersih. Sedangkan metode yang tepat untuk ampas yang digunakan sendiri adalah biaya pengganti.

Kata Kunci : Alokasi Biaya Bersama, Produk Utama, Produk Sampingan


Sebagian perusahaan manufaktur, proses produksi akan menghasilkan beberapa produk yang berbeda. Manajemen tidak mempunyai pilihan kecuali memproduksi secara simultan. Meskipun perusahaan membuat produk dalam proporsi atau jumlah yang berbeda, perusahaan tidak dapat memproduksi satu produk tanpa memproduksi yang lainnya.
Suatu proses produksi bisa menghasilkan beberapa produk yang berbeda yang berasal dari input yang sama. Berbagai jenis produk yang dihasilkan baru terpisah satu sama lain setelah melewati titik tertentu dalam proses produksi. Titik inilah yang disebut titik (split-off) atau pemisahan.
Jika lebih dari satu produk yang dihasilkan dari satu proses produksi, produk tersebut disebut produk bersama (joint product) atau produk sampingan (by-product) tergantung pada nilai jualnya. Perusahaan gabah misalnya, mengolah bahan baku berupa gabah dan menghasilkan lebih dari satu macam produk berupa beras, menir, katul dan dedak. Beras dan dedak merupakan produk utama sedangkan menir dan katul merupakan produk sampingan karena nilainya lebih kecil dari pada produk utama.
Istilah produk sampingan biasanya digunakan untuk menunjukkan produk yang mempunyai nilai total relatif kecil yang diproduksi secara simultan bersama dengan produk bernilai lebih besar. Produk yang mempunyai nilai lebih besar disebut dengan produk utama (main product) yang biasanya diproduksi dalam jumlah lebih besar daripada produk sampingan. Walaupun beberapa produk sampingan pada hakikatnya tidak material, penilaian dan pencatatan perlu dilakukan terhadap produk sampingan.
Banyak perusahaan yang dihadapkan pada masalah pembebanan biaya ke produk bersama. Pembebanan biaya ke berbagai produk ini diperlukan untuk perhitungan biaya persediaan, penentuan laba dan pelaporan keuangan. Perhitungan biaya produk bersama juga memberikan informasi biaya langsung yang berarti bagi manajemen. Informasi ini dapat berguna dalam merencanakan laba dan mengevaluasi kinerja.
Produk bersama sukar ditentukan nilainya karena biaya produk bersama yang sebenarnya merupakan biaya yang utuh atau tidak dapat dibagi. Oleh sebab itu, metode alokasi biaya yang digunakan untuk menghitung biaya per unit produk jauh dari kesempurnaan bahkan cenderung arbitrari.
Pabrik Gula Gempolkrep adalah salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dibidang produksi gula. Produk yang dihasilkan berupa gula dan tetes sebagai produk utama, sedangkan ampas dan blotong sebagai produk sampingan. Ampas sebagian dijual kepada pihak luar dan sebagian lagi digunakan sendiri oleh perusahaan sebagai bahan bakar ketel untuk menghasilkan uap, sedangkan blotong diproses kembali menjadi pupuk kompos yang kemudian dapat dijual kepada pihak luar. Oleh karena itu diperlukan alokasi biaya bersama ke masing-masing produk serta perlakuan akuntansi terhadap produk sampingan untuk mengetahui biaya produksi masing-masing produk dan menentukan persediaan serta laba tiap produk. Masalah inilah yang seringkali timbul pada perusahaan yang memproduksi secara bersama produk utama dan produk sampingan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini  adalah Bagaimana cara mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing produk utama, serta bagaimana perlakuan akuntansi produk sampingan pada Pabrik Gula Gempolkrep yang dijual kepada pihak luar maupun yang digunakan sendiri oleh perusahaan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing produk utama dan untuk Mengetahui perlakuan akuntansi produk sampingan  Pabrik Gula Gempolkrep yang dijual kepada pihak luar maupun yang digunakan sendiri oleh perusahaan.

Proses Produksi Bersama
Dalam proses produksi suatu perusahaan terkadang akan menghasilkan beberapa jenis produk. Input yang terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik diproses secara simultan menjadi beberapa output. Maka proses produksi semacam ini disebut proses produksi bersama (joint production process). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Ikatan Akuntan Indonesia (2009:14.3), “Suatu proses produksi mungkin menghasilkan lebih dari satu jenis produk secara simultan. Hal tersebut terjadi, misalnya, ketika dihasilkan produk bersama  atau bila terdapat produk utama dan produk sampingan”.
Pada perusahaan manufaktur suatu biaya bersama akan dimulai dari suatu bahan baku yang sama sampai dengan dicapainya suatu titik tertentu dalam proses produksi, dimana titik ini berfungsi untuk mengidentifikasi dan memisahkan tiap-tiap produk. Menurut Horngren,dkk (2009:599), “The split off point is the juncture in a joint production process when two or more products become separately identifiable”. Titik ini mungkin tidak sama untuk keseluruhan produk. Setelah titik pisah bisa diidentifikasi, biaya produksi lebih mudah ditelusuri karena berbagai produk terpisah satu sama lain.

Produk Bersama
Definisi produk bersama menurut Abdul Halim (2007: 232) adalah
“Produk bersama (joint products) yaitu beberapa produk yang dihasilkan dari suatu rangkaian atau seri proses produksi secara serempak dengan menggunakan bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik yang sama, yang tidak dapat dilacak atau dibedakan atau dipisahkan pada setiap produk dan mempunyai nilai jual atau kuantitas produk relatif sama”.

Definisi produk bersama menurut Bustami, dkk (2006: 175), “Produk bersama (joint products) adalah beberapa produk yang dihasilkan dalam suatu rangkaian atau seri produk secara bersama atau serempak dengan menggunakan bahan, tenaga kerja dan biaya overhead secara bersama”.

Produk Sampingan
Definisi produk sampingan menurut  Halim (2007:254), “produk sampingan merupakan produk yang dihasilkan dalam proses joint production namun produk tersebut relatif harganya / nilainya / kuantitasnya lebih rendah dibanding yang lain”.
Menurut Carter (2009:269), produk sampingan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok menurut kondisi dapat dipasarkannya produk tersebut pada titik pisah batas yaitu produk sampingan yang dijual dalam bentuk asal tanpa diproses lebih lanjut dan produk sampingan yang membutuhkan proses lebih lanjut  agar produk tersebut dapat dijual.


Biaya Bersama
Jika suatu perusahaan terdapat proses produksi bersama, biaya bersama (joint cost) akan timbul untuk berbagai jenis produk yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Mulyadi (2009:334),“ Biaya produk bersama (joint product cost) adalah biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya”. Biaya bersama yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik terjadi sejak input dimasukkan kedalam proses produksi sampai titik pemisahan.
Karakteristik utama biaya bersama adalah biaya beberapa produk yang berbeda dikeluarkan dalam jumlah bulat dan utuh (invisible sum) untuk produk tersebut bukan dalam jumlah biaya tersendiri masing-masing produk. Setiap bagian biaya bahan baku, tenaga kerja, dan overhead produk tidak dapat dipisahkan dari setiap produk lainnya. Jika dibuat secara simultan, produk utama dan produk sampingan tidak memiliki biaya yang dapat ditelusuri, yaitu biaya individu. Oleh karena itu, pengalokasian biaya produksi bersama ke produk adalah perlu.
Menurut Bustami,dkk (2006:178), alasan mengalokasikan biaya bersama terhadap produk bersama adalah untuk menghitung harga pokok dan menentukan nilai persediaan untuk tujuan pelaporan keuangan internal, menilai persediaan untuk tujuan asuransi, menentukan nilai persediaan jika terjadi kerusakan terhadap nilai barang yang rusak, biaya bahan yang hancur, menentukan biaya departemen atau divisi untuk tujuan pengukuran kinerja aksekutif. Selain beberapa alasan tersebut di atas alokasi biaya bertujuan untuk mengetahui berapa besar kontribusi masing-masing produk bersama terhadap total pendapatan perusahaan, mengetahui apakah seluruh biaya produksi yang dibebankan kepada masing-masing produk bersama sudah dihitung dengan seteliti mungkin.
Total biaya produksi untuk semua jenis produk tersebut mencakup biaya bersama ditambah dengan biaya tambahan untuk setiap produk. Biaya-biaya tambahan ini muncul setelah titik pisah dan dapat diidentifikasikan secara langsung dengan masing-masing produk sehingga tidak perlu dialokasikan lagi. Biaya tambahan ini disebut additional processing cost. Menurut Blocher,dkk (2007:695),”… Biaya tambahan yang terjadi setelah titik pisah yang dapat diidentifikasi secara langsung ke produk-produk individu disebut dengan biaya pemrosesan tambahan (additional processing cost)”. Dengan demikian, biaya setiap produk bersama adalah alokasi bersama ditambah biaya produksi yang dapat dipisahkan dan diperlukan untuk menjadikannya dalam kondisi siap dijual.
Ikatan Akuntan Indonesia (2009:14.3) menyatakan bahwa,”… Sebagaian besar produk sampingan, pada hakekatnya tidak material. Kalau kasusnya demikian, nilai produk utama tidak berbeda secara material dari biayanya”.

Akuntansi Produk Utama dari Produk Bersama
Menurut Supriono (1999:267), dalam proses pengolahan produk bersama dapat menghasilkan produk utama dan produk sampingan. Masalah akuntansi produk utama adalah bagaimana mengalokasikan biaya bersama produk utama kepada setiap macam produk utama yang dapat dipakai meliputi metode harga pasar, metode biaya rata-rata per unit, metode rata-rata tertimbang dan metode satuan kuantitas.

Metode Harga Pasar
Menurut bustian,dkk (2006:178) , metode ini adalah metode yang sering digunakan karena mudah digunakan dan netral yaitu tidak mempengaruhi profitabilitas relatif produk bersama. Dasar pemikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Maka cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk yang dihasilkan.
            Metode ini dibagi menjadi dua yaitu yang pertama produk bersama dapat dijual pada titik pisah, apabila produk yang dihasilkan tidak memerlukan proses produksi lebih lanjut maka produk dapat dijual pada titik pisah tersebut. Metode ini didasarkan pada nilai pasar tertimbang yaitu menggunakan nilai pasar atau nilai jual total dari masing-masing produk. Harga jual produk pada metode ini adalah nilai jual atau nilai pasar untuk produk tersebut pada titik pisah. Kemudian yang kedua Produk bersama tidak dapat dijual pada titik pisah, apabila produk yang dihasilkan tidak dapat dijual pada titik pisah karena tidak memiliki nilai pasar, maka diperlukan proses pengolahan lebih lanjut. Dasar pengalokasian biaya bersama adalah nilai pasar hipotesis yaitu total nilai pasar produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan biaya-biaya pengolahan sejak saat terpisah sampai produk tersebut siap untuk dijual. Menurut Bustami,dkk (2006: 181) rumus alokasi biaya bersama adalah jumlah nilai jual hipotesis masing-masing produk setelah titik pisah dikali dengan biaya bersama dibagi nilai jual hipotesis seluruh produk.

Metode Biaya Rata-Rata Per Unit
1.      Menurut  Carter (2009: 279), metode ini mendistribusikan total biaya bersama ke berbagai produk atas dasar biaya rata-rata per unit. Angka ini diperoleh dengan membagi total biaya bersama dengan jumlah unit yang diproduksi. Metode ini dapat diterapkan bila semua unit yang diproduksi diukur dalam satuan unit yang sama dan tidak banyak berbeda. Metode ini juga merupakan metode yang paling mudah untuk dipakai mengalokasikan biaya bersama pada setiap produk utama Merupakan metode yang kasar karena tidak memperhitungkan faktor-faktor lainnya. Misalnya berat produk, volume dan ukuran produk, mudah atau sulitnya diolah, lamanya waktu, keahlian tenaga kerja, jumlah bahan yang dikonsumsi dan sebagainya.

Metode Rata-Rata Tertimbang
Menurut  Carter (2009:280), faktor tertimbang atau bobot sering diberikan kepada setiap unit berdasarkan ukuran besarnya unit, kesulitan mengolah, waktu pembuatan, jumlah karyawan dan lain-lain. Setiap jenis barang jadi dikalikan dengan bobot ke masing-masing unit produk.
Metode rata-rata tertimbang ini dapat membebankan biaya bersama dengan relatif adil dan teliti apabila dalam memilih penimbang benar-benar mencerminkan perbandingan biaya yang dinikmati oleh setiap macam produk. Metode ini sulit dipakai karena menentukan faktor penimbang yang adil dan teliti, dimana kemungkinan dipertimbangkan berdasarkan kombinasi berbagai faktor yang sulit diperhitungkan.
Metode Unit Kuantitatif
Menurut  Carter (2009:281), metode ini berupaya untuk mendistribusikan total biaya bersama berdasarkan satuan ukur tertentu, seperti pon, gallon, ton, atau meter persegi. Akan tetapi, jika masing-masing produk tidak dapat diukur dengan satuan ukur dasar, maka unit bersama harus dikonversikan pada suatu angka pembagi yang dapat dipakai untuk semua unit yang diproduksi.
Metode unit kuantitatif ini hampir sama dengan metode biaya rata-rata per unit, hanya bedanya pada metode unit kuantitatif produk bersama diukur dengan satuan pengukur kuantitas yang sama oleh karena itu sifat-sifat dalam metode ini sama dengan metode biaya per unit.

Metode untuk Menghitung Biaya Produk Sampingan
Menurut Carter (2009:270),  metode untuk menghitung biaya produk sampingan ada empat metode yaitu metode pengakuan pendapatan kotor, metode pengakuan pendapatan bersih, metode biaya pengganti, metode harga pasar (pembatalan biaya).
Metode untuk menghitung biaya produk sampingan diatas dijabarkan sebagai berikut :
Metode Pengakuan Pendapatan Kotor
Menurut Bustami,dkk (2006:189) menyatakan bahwa metode ini memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal ini dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya dibebankan kepada produk sampingan. Dalam metode ini penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam laporan laba/rugi dapat dikategorika sebagai hasil penjualan produk sampingan dicatat sebagai pendapatan lain-lain, hasil penjualan produk sampingan dicatat sebagai hasil penjualan tambahan, hasil penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan, hasil penjualan produk sampingan akan mengurangi biaya produksi.
Metode Pengakuan Pendapatan Bersih
Menurut Bustami,dkk (2006:192) menyatakan bahwa  dalam metode ini hasil penjualan produk sampingan yang diperhitungkan adalah berdasarkan hasil penjualan atau pendapatan bersih produk sampingan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa adanya kebutuhan untuk membebankan biaya yang dapat ditelusuri ke produk sampingan. Disamping itu metode ini memisahkan biaya yang terjadi setelah titik pisah di dalam memproses maupun dalam memasarkan produk sampingan. Pada metode ini produk sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama. Hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung dengan cara  mengurangi penjualan atau pendapatan produk sampingan dengan biaya proses lanjutan dan biaya pemasaran dan administrasi produk sampingan, sehingga diperoleh penjualan atau pendapatan bersih produk sampingan.
Metode Biaya Pengganti
Menurut Supriono (1999: 258), metode harga pokok pengganti dapat digunakan oleh perusahaan yang menghasilkan produk sampingan dimana produk sampingan tersebut tidak dijual tetapi digunakan sendiri didalam proses produksi. Dalam metode ini persediaan bahan yang berupa produk sampingan didebit seharga harga pasar atau harga pokok pengganti apabila produk tersebut dibeli dari luar atau dari pasar dan harga pokok produk utama dikredit sebesar jumlah tersebut, apabila rekening barang dalam proses produk utama diselenggarakan untuk setiap elemen biaya maka perlu metode alokasi untuk setiap elemen biaya tersebut.
Sebenarnya pada metode ini hasil penjualan produk sampingan mengurangi biaya produksi produk utama. Oleh karena pada metode harga pokok produk sampingan tidak dijual ke  pasar tetapi dikonsumsi sendiri oleh perusahaan. Maka dipakai harga pokok pengganti apabila dibeli dari pihak luar atau dari pasar.

Metode Nilai Pasar
Menurut Carter (2009:274),  metode nilai pasar (market value method) atau biaya disebut biaya reversal. Metode ini mengurangi biaya pabrikasi produk utama, bukan sebesar hasil penjualan aktual yang diterima, tetapi sebesar nilai estimasi produk sampingan pada saat dihasilkan. Estimasi harus dibuat sebelum dipisah dari produk utama. Estimasi ini mencakup antara lain estimasi laba kotor, estimasi biaya pemasaran dan administrasi, estimasi biaya produksi setelah pemisahan. Penentuan nilai uangnya akan tergantung pada stabilitas harga pasar, yaitu harga dan daya jual dari produk sampingan.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian deskriptif kuantitatif karena pada penelitian ini dijelaskan bagaimana cara mengalokasikan biaya bersama pada masing-masing produk utama serta perlakuan akuntansi produk sampingan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai laporan keuangan yang diperoleh pada bagian keuangan,data biaya produksi dan alur proses produksi yang diperoleh dari bagian instalasi dan struktur organisasi yang diperoleh dari bagian umum.

HASIL PENELITIAN
Pabrik Gula Gempolkrep merupakan suatu perusahaan yang memproduksi produk secara serentak menjadi beberapa macam output. Proses produksi bersama ini akan menghasilkan produk utama berupa gula dan tetes serta produk sampingan berupa ampas dan blotong. Penggolongan produk utama dan produk sampingan ini  berdasarkan pada nilai jualnya yang berbeda-beda. Gula dan tetes mempunyai nilai jual relatif lebih besar dari pada ampas dan blotong sehingga gula dan tetes disebut produk utama, sedangkan ampas dan blotong disebut produk sampingan.
Biaya bersama yang terjadi dalam proses produksi harus dialokasikan pada masing-masing produk. Biaya bersama yang dialokasikan adalah biaya yang terjadi sebelum titik pisah (split-off), yaitu titik dimana produk dapat dipisah dan diidentifikasi. Pada Pabrik Gula Gempolkrep terdapat tiga titik pisah untuk memisahkan produk. Titik pisah yang pertama adalah pada proses gilingan yaitu untuk memisahkan produk utama dan ampas. Titik pisah yang ke dua adalah pada proses pemurnian yaitu untuk memisahkan produk utama dengan blotong. Titik pisah yang ketiga adalah pada proses putaran yaitu untuk memisahkan produk utama menjadi gula dan tetes.
Pabrik Gula Gempolkrep mengalokasikan biaya bersama ke produk utama yaitu gula dan tetes atas dasar penggunaan metode harga pasar. Sedangkan produk sampingan yang dihasilkan berupa ampas dan blotong jumlahnya relatif tidak material sehingga Pabrik Gula Gempolkrep tidak mengalokasikan biaya bersama ke produk sampingan. Hal ini sesuai dengan PSAK No. 14 paragraf 13 yang menyatakan jika produk sampingan tidak material maka diperbolehkan untuk tidak mengalokasikan biaya bersama ke produk sampingan yang dihasilkan. Produk sampingan berupa ampas dan blotong yang  dijual kepada pihak luar dinilai dengan menggunakan metode pengakuan pendapatan kotor, sedangkan ampas yang digunakan sendiri tidak ada penilaian. Hasil penjualan ampas dan blotong akan dicatat pada laporan laba/rugi dalam pos pendapatan lain-lain. Produk sampingan yang berupa blotong diproses lebih lanjut untuk dijadikan pupuk kompos, Sedangkan biaya pemrosesan lebih lanjut untuk blotong dicatat sebagai biaya produksi kompos pada komponen biaya lain-lain. Hal ini tidak sesuai dengan PSAK No. 14 paragraf 13 bahwa biaya produk sampingan akan dinilai berdasarkan nilai realisasi bersih. Berikut ini data laporan laba/rugi Pabrik Gula Gempolkrep .

Tabel 1  Laporan Laba / Rugi
Jumlah pendapatan usaha
193.663.156.186
HPP gula dan tetes
2.337.531.610
Jumlah by produk bersama
119.185.166.872
Jumlah by titik pisah produk
1.957.672.579
Jumlah biaya produksi
121.142.839.451
HPP.gula dan tetes
116.683.537.472
Biaya penjualan
2.284.683.057
Laba usaha
74.694.935.657
Pendapatan diluar usaha
3.758.327.634
Biaya lain-lain
2.503.135.558
Pendapatan diluar usaha
1.255.192.076
Laba bersih
75.950.127.733
Sumber : data intern perusahaan

Dari laporan keuangan (laporan laba / rugi) pada tabel di atas dapat diketahui bahwa biaya bersama yang timbul akibat terjadinya proses produksi bersama sampai dengan biaya pemrosesan lanjutan, dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Biaya Bersama dan biaya lanjutan
Jumlah by produk bersama
118.316.538.163
Jumlah by titik pisah produk
1.957.672.579
Biaya bersama sampai dengan titik pisah serta biaya pemrosesan lanjutan
120.274.210.742
Sumber : data intern perusahaan

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa total biaya bersama yang diperlukan untuk memproduksi gula dan tetes adalah sebesar Rp. 118.316.538.163. biaya bersama ini bisa  menghasilkan produk gula sebesar 247.200,46 kuintal dengan harga jual per kuintal  Rp 606.196,37 diperlukan biaya tambahan sebesar Rp 1.957.672.579, sedangkan untuk tetes menghasilkan produk sebesar 376.826,08 kuintal dengan harga jual per kuintal sebesar Rp 140.206,41 tanpa diperlukan biaya tambahan.

PEMBAHASAN
Produk bersama yaitu gula, tetes, ampas dan blotong timbul karena berbagai produk tersebut berasal dari bahan yang sama, diolah dengan proses yang sama. Masalah yang timbul dalam produk bersama adalah bagaimana mengalokasikan biaya bersama kepada setiap produk utama yaitu gula dan tetes agar masing-masing mempunyai nilai yang akurat. Sedangkan produk sampingan memiliki masalah bagaimana perlakuan akuntansinya baik  yang dijual kepada pihak luar maupun yang digunakan sendiri dalam proses produksi Pabrik Gula Gempolkrep.
Pabrik Gula Gempolkrep mengalokasikan biaya bersama ke produk utama yaitu gula dan tetes atas dasar penggunaan metode harga pasar hipotesis. Penggunaan metode ini dinilai lebih realistis dan cukup akurat dalam pengalokasian biaya produk bersama.
Dari perhitungan penggunaan metode harga pasar diperoleh persentase pengalokasian biaya bersama ke produk utama yaitu gula sebesar 72,44% dan tetes sebesar 27,56%. Jumlah biaya bersama yang masuk dalam proses produksi sebesar Rp 118.316.538.163  yang dialokasikan ke produk gula sebesar Rp 85.708.869.308,93 dan tetes sebesar Rp 32.607.668.854,07.
Penggunaan metode harga pasar hipotesis pada masing-masing produk utama sudah sesuai dengan teori dan prinsip akuntansi yang berlaku. Hal ini dikarenakan produk utama yang dihasilkan tidak dapat dijual pada titik pisah karena tidak memiliki nilai pasar, maka diperlukan proses pengolahan lebih lanjut. Lagi pula, penjualan produk utama dilakukan dengan cara lelang kepada para broker gula. Sehingga penggunaan metode ini lebih mudah dan netral dengan dasar pemikiran bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut.
Sedangkan produk sampingan yang dihasilkan berupa ampas dan blotong. Ampas sebagian dapat dijual kepada pihak luar dan sebagian digunakan sendiri oleh perusahaan untuk bahan bakar ketel penghasil uap. Produk sampingan jumlahnya relatif tidak material sehingga Pabrik Gula Gempolkrep tidak mengalokasikan biaya bersama ke produk sampingan. Hal ini sesuai dengan PSAK No. 14 paragraf 13 yang menyatakan jika produk sampingan tidak material maka diperbolehkan untuk tidak mengalokasikan biaya bersama ke produk sampingan yang dihasilkan. Produk sampingan berupa ampas dan blotong yang  dijual kepada pihak luar dinilai dengan menggunakan metode pengakuan pendapatan kotor, sedangkan ampas yang digunakan sendiri tidak ada penilaian. Hasil penjualan ampas dan blotong akan dicatat pada laporan laba/rugi dalam pos pendapatan lain-lain. Produk sampingan yang berupa blotong diproses lebih lanjut untuk dijadikan pupuk kompos, Sedangkan biaya pemrosesan lebih lanjut untuk blotong dicatat sebagai biaya produksi kompos pada komponen biaya lain-lain.
Produk sampingan yang berupa ampas yang dijual kepada pihak luar sudah sesuai dengan teoritis yaitu menggunakan metode pengakuan pendapatan kotor. Hal ini dikarenakan ampas setelah terpisah dari produk utama tidak memerlukan proses tambahan. Jadi perlakuan produk sampingan ampas berdasarkan penjualan kotor. sedangkan produk sampingan berupa ampas yang digunakan sendiri oleh Pabrik Gula Gempolkrep sebagai bahan bakar ketel dalam proses produksi belum diadakan penilaian. Sesuai dengan keadaan perusahaan tersebut maka metode yang sesuai adalah metode biaya pengganti. Pada metode ini biaya produksi produk utama akan dikurangi nilai produk sampingan yang digunakan dalam proses produksi sebesar harga atau biaya pengganti yang berlaku dipasar.
Dalam hal ini jumlah harga pokok pengganti produk sampingan yang telah dipakai oleh perusahaan dalam proses produksi adalah sebesar  7.450 Ku x Rp 7.750,00 = Rp  57.737.500. kemudian jumlah  biaya produksi pada laporan keuangan sebesar Rp 121.142.839.451 dikurangi dengan harga pokok pengganti produk sampingan sebesar Rp 57.737.500. hal ini akan menghasilkan biaya produksi yang  dialokasikan ke produk utama menjadi sebesar Rp 121.085.101.951. jadi pada metode ini biaya produk sampingan akan mendapat alokasi dari biaya bersama. Sedangkan produk sampingan berupa blotong diproses lebih lanjut manjadi pupuk kompos yang kemudian dijual kepada pihak luar. Selama ini Pabrik Gula Gempolkrep mengakui hasil penjualan pupuk kompos menggunakan metode pengakuan pendapatan kotor dengan mencatat penjualan blotong sebagai pendapatan diluar usaha dan biayanya dicatat dalam biaya produksi kompos pada komponen biaya lain-lain. Metode ini tidak mengalokasikan biaya bersama ke produk sampingan dan merupakan prosedur non biaya (non cost procedure) dimana biaya persediaan akhir dari produk utama dinilai berlebihan karena sebagian biaya tersebut merupakan biaya produk sampingan.  Penggunaan metode ini tidak sesuai dengan yang disebutkan dalam PSAK No. 14 paragraf 13 bahwa biaya produk sampingan akan dinilai berdasarkan nilai realisasi bersih. Metode yang sesuai teori dan PSAK untuk produk sampingan yang menyerap biaya tambahan setelah terpisah dengan produk utama adalah metode pengakuan pendapatan bersih yaitu hasil penjualan produk sampingan yang diperhitungkan berdasarkan atas penjualan bersih produk sampingan.
Dalam metode pengakuan pendapatan bersih hasil penjualan produk sampingan akan dikurangi biaya pemrosesan lanjutan pada blotong. Perhitungan hasil penjualan bersih pupuk kompos yang dijual kepada pihak luar adalah Penjualan pupuk kompos Rp2.296.679.874 dikurangi Biaya pemrosesan lanjutan Rp1.995.058.907 sama dengan Penjualan bersih Rp301.620.967.       
Dari penilaian tersebut perlakuan akuntansi produk sampingan menunjukkan adanya peningkatan laba bersih dari jumlah awalnya sebesar Rp 75.950.127.733. Sedangkan  setelah dilakukan penilaian dan pencatatan sesuai teori dan PSAK yang berlaku, laba bersih meningkat menjadi Rp 76.007.865.233. Hal ini dikarenakan adanya penggunaan metode biaya pengganti pada produk sampingan yang digunakan sendiri dalam proses produksi. Penggunaan metode ini, biaya produksi produk utama akan dikurangi nilai produk sampingan senilai Rp 57.737.500 sesuai dengan  harga atau biaya pengganti yang berlaku dipasar.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Cara mengalokasikan biaya bersama kepada masing-masing produk utama pada Pabrik Gula Gempolkrep yaitu gula dan tetes menggunakan metode harga pasar. Sedangkan perlakuan akuntansi produk sampingan yaitu berupa blotong dan ampas yang dijual kepada pihak luar dengan menggunakan metode pengakuan pendapatan kotor. Penyajian dalam laporan keuangan produk sampingan yang berupa blotong dan ampas dikategorikan sebagai hasil penjualan produk sampingan yang dicatat sebagai pendapatan lain-lain / pendapatan diluar usaha. Sedangkan produk sampingan yang berupa ampas yang digunakan sendiri  dalam proses produksi sebagai bahan bakar ketel belum diadakan penilaian.

Saran
Pengalokasian biaya bersama ke produk utama yaitu gula dan tetes sebaikmya tetap menggunakan metode harga pasar. Hal ini dikarenakan bahwa  harga jual suatu produk merupakan perwujudan dari biaya-biaya yang dikeluarkan namun tetap memberikan penilaian yang wajar terhadap masing-masing produk yang mempunyai nilai jual berbeda. Sedangkan untuk   ampas yang digunakan sendiri dalam proses produksi dilakukan penilaian yaitu dengan metode biaya pengganti. Pada metode ini biaya produksi produk utama akan dikurangi nilai produk sampingan yang digunakan dalam proses produksi sebesar Rp 57.737.500  sesuai dengan  biaya pengganti ampas yang berlaku dipasar. Sehingga ada kenaikkan laba yang awalnya sebesar Rp 75.950.127.733 menjadi Rp 76.007.865.233. Sedangkan produk sampingan yang berupa blotong, sebaiknya metode yang menguntungkan dipakai adalah metode pengakuan pendapatan bersih. Hal ini disebabkan blotong setelah titik pisah itu masih memerlukan proses lanjutan / biaya tambahan.

DAFTAR RUJUKAN
Blocher, Ed, Kung Chen, and Tom Lin. 2007. Manajemen biaya:Dengan Tekanan Stratejik. Buku Dua. Terjemah. Jakarta: Salemba Empat.

Bustami, Bastian,dkk. 2006. Akuntansi Biaya:Teori dan Aplikasi. Jakarta: Graha Ilmu.

Carter, Williamk dan Milton F, Ursy. 2009. Akuntansi Biaya. Edisi Keempat Belas. Terjemahan. Jakarta: Salemba Empat.

Halim, Abdul. 2007. Dasar-Dasar Akuntansi Biaya. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE.

Hardiarta. 2006. Penerapan Pengalokasian Biaya Bersama Untuk Produk Utama dan Perlakuan Akuntansi Terhadap Produk Sampingan pada PG Rejo Agung Baru Madiun. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Unair.

Horngren, Charles T. 2009. Cost Accounting:A Managerial Emphasis. Thirteenth Edition. New Jersey: Prentince Hall.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Muhadi, Joko Siswanto.2002. Akuntansi Biaya 2. Jakarta: Kanisius.

Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Edisi Lima. Yogyakarta: UUP  AMP YKPN.

Normal, I Nyoman. 2008.Akuntansi Produk Sampingan dan Pengaruhnya Terhadap Penyusunan Laporan Laba/Rugi Perusahaan Manufaktur (studi kasus pada perusahaan industri kramik). Jurnal Akuntansi, (Online), (http://jurnal.pdii.lip.go.id, diakses tanggal 15 Maret 2011).

Romadhonisp. 2010. Analisis Alokasi Biaya Bersama dalam Rangka Penentuan Laba pada PD. Krupuk Adi Makmur. Jurnal Akuntansi, (Online), (http://romadhonisp.wordpress.com, diakses tanggal 15 Maret 2011).

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukowati, Enik. 2007. Dampak Perlakuan Produk Sampingan Terhadap Perolehan Laba pada PT. PK Gemilang Bojonegoro. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Unesa.

Supriyono, 1999. Akuntansi Biaya:Pengumpulan Biaya dan Penentuan Harga Pokok. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.



2 komentar:

  1. bisa minta softcopy skripsinya gak kak?? q lgi nyusun skripsi ni..btuh referensi..pliisss

    BalasHapus
  2. tidak membantu sama sekalai, seharusnya ada contoh soal beserta jawabannya ..... jadi bisa membantu mereka termasuk saya yg sedang mengerjakan soal tugas........................................................

    BalasHapus